Sabtu, 17 April 2010

EMPAT LAGU ANDALAN


Ternyata bentuk tidak menjamin rasa. Padahal orang-orang bilang, ”yang penting rasanya bung.” Ada lagi, “rasa nggak bisa bohong”. Nampaknya menandakan bahwa orang-orang kita lebih mementingkan rasa dari pada bentuk. Sayangnya gitar kuda tidak memiliki itu. Dia terlalu kejam buat saya. Bayangkan jarak senar gitar dan fret gitar setinggi satu sentimeter. Itu membuat jari-jari saya menjadi keras luar biasa (mengapal) bahkan berdarah karena harus menekan senar kuat-kuat agar menghasilkan bunyi yang sempurna. Untuk bisa memainkan gitar saya sengaja datang langsung dan berguru kepada tetangga saya. Saya memanggilnya Wa Lapuk. Entah kenapa dia dipanggil begitu. Nama itu tiba-tiba saja sudah ada sejak…. sejak kapan entah saya lupa.  Belakangan saya tahu asal-usul nama panggilan tersebut hasil “wawancara khusus” saya dengannya. Menurut dia panggilan itu “dianugerahi” oleh teman-teman di kampung saya karena dia sunat menginjak kelas 2 SMP. Menurut teman-teman umur segitu sudah terlalu tua untuk disunat. Biasanya rata-rata orang di kampungku disunat saat menginjak SD. Konon katanya, semakin tua maka semakin alot atau keras untuk disunat. Ibarat kambing itu kambing muda dagingnya enak dan lembut, kambing tua itu dagingnya keras. Entah apa yang terjadi pada Wa Lapuk saat disunat. Yang tahu rasanya ya dokternya.
Wa Lapuk dua tahun umurnya di atas saya. Selain Ndower, dia salah satu orang yang paling mahir gitar pada saat itu. Kalau kampung kita diibaratkan sebagai Universitas maka Ndower adalah Rektor merangkap dosen dan Wa Lapuk adalah Dekan merangkap dosen. Sementara saya dan teman-teman lainnya adalah mahasiswa. Belajar di Wa Lapuk tidak perlu SPP, cukup kopi dan roti saja. Setelah seminggu berguru di Wa Lapuk saya langsung bisa memainkan empat lagu. Ajaib bukan main. Ini muridnya yang cerdas dan jenius atau gurunya yang pintar dengan metode mengajar yang baik? Kalian bisa menilai sendiri kalau sudah tahu lagu-lagunya. Baiklah dengarkan saya memainkan empat lagu tersebut. Saya akan memainkannya khusus buat kalian. Lagu pertama,
“iniiiiii kunci A……jreng….inilah kunciiiiii A…….” jreng bunyi gitar satu pukulan/genjrengan.
Kemudian lagu kedua.
“kalauuu ini kuncccciiiiiiiii C….” jreng…. “ini kunciiiiii C…” jreng bunyi gitar lagi.
Lagu ketiga bukan main enaknya bagiku saat itu.
“kunci G…. jreng…. Kunci G jreeeengggg……” begitu seterusnya berulang-ulang sampai bosan.
Lagu ke empat bagi saya paling sulit.
“Inniiii….” sambil melihat dengan penuh konsentrasi ke fret gitar paling ujung. “Kuunnccc….iiii.” jari telunjuk bersusah payah menekan senar satu dan dua pada fret satu secara bersamaan. “F…. jrenggg.” sambil menekan senar tiga pada fret dua dengan jari tengah dan sambil meringis-meringis menekan senar empat pada fret tiga. Bukan main bukan empat lagu tadi? Setiap hari hanya itu yang saya mainkan. “ini kunci A… jreng…. Ini kunci C…. jreng…. Ini kunci G.. jreng… daaan iniiii kunciiii F.”  begitu terus tidak bosan-bosan. Di manapun. Kapanpun. Tidak pernah bosan.

Artikel Terkait



1 komentar:

  1. deskripsine lumayan apik joni...bs bikin org ngebayangin perjuangan ente belajar gitar...ngekek yanu!!!

    BalasHapus