Minggu, 30 Oktober 2011

KAMPANYE SAMBAL GORENG TEMPE VS KAMPANYE GAMBAR WAJAH PENIPU

Pada suatu hari yang bukan minggu. Kapan tepatnya saya lupa, yang jelas bukan hari minggu. Jika anda tanya, kok saya bisa yakin benar bahwa saat itu bukan hari minggu? Maka akan saya jawab, karena biasanya pada hari minggu ku turut ayah ke kota. Sedangkan pada saat itu saya melakukan perjalanan ke sebuah desa.

Saya dibuat takjub saat sampai di desa tersebut. Sebuah desa pelosok yang sangat makmur, tentram, dan ramah. Saya disambut bak seorang raja.

Rupanya saat itu sedang ramai kampanye pemilihan kepala desa. Namun anehnya, sama sekali tidak ada gambar-gambar besar wajah calon kepala desa. Berbeda dengan di kota saya, kota tetangga, kota di sebelahnya kota tetangga, dan kota pusat pemerintahan, yang saat kampanye di mana-mana terdapat gambar orang-orang yang mencalonkan diri. Baliho besar, spanduk, hingga pamflet tertempel di mana-mana. Masih mending kalau wajah-wajahnya tampan rupawan atau cantik jelita, mungkin masih bisa dinikmati. Sedangkan mereka? Sungguh merusak pemandangan. PEMANDANGAN JELEK YANG DIBUAT DENGAN BIAYA MILYARAN. Ironis.

Itu kota saya. Di desa ini berbeda. Dari pada membuang-buang uang untuk gambar-gambar perayu, model kampanye di sini sungguh menyehatkan. Tidak ada pamflet, spanduk, apalagi baliho. Tidak ada uang yang terbuang sia-sia seperti kertas-kertas kampanye yang nanti kalau sudah selesai pemilihan pasti dibuang, disobek, dibakar, dan paling mending kalau didaur ulang.

Hari-hari kampanye sangat membahagiakan masyarakat di desa ini. Calon kepala desa mengundang seluruh masyarakat di lapangan desa. Bukan untuk bermain sepakbola tetapi untuk silaturahmi tatap muka, menyampaikan visi misinya. Tidak ada panggung besar dengan artis-artis dangdutnya. Yang ada adalah tiga buah microfon dan dua sound system, dan meja-meja berjejer dengan penuh makanan dan minuman di atasnya. Sangat cukup untuk semua masyarakat yang hadir. Tentu saja ada kursi juga.

Masing-masing calon berlomba-lomba untuk memberikan penjamuan terbaik kepada masyarakat. Sudah pasti itu akan memanjakan lidah dan perut masyarakat. Tidak ada adu argumen, adu pidato politik. Yang ada hanyalah adu keramahan kepada masyarakat, adu penjamuan kepada masyarakat, dan mereka saling berlomba menyayangi masyarakat.

Calon A membuat penjamuan dengan sambal goreng tempe, urab, gemblong tekek, awul-awul dan lengko. Calon B tidak mau kalah, dia menjamu masyarakat dengan sop buntut, roti, dan sate kambing muda. Calon C lebih ingin memanjakan masyarakat dengan steak sapi, hamburger, pizza dan jus. Begitu seterusnya sampai masa kampanye berakhir.

Tidak masalah siapa yang terpilih, yang terpenting adalah tidak ada uang yang terbuang sia-sia. Masyarakat kenyang, si calon akan menang. Masyarakatnya sehat, pemimpin penghianat akan kualat

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar