Kamis, 08 Maret 2012

ENTREPRENEUR (bagian II)

Ada ungkapan begini, "kalau mau kaya, jadilah pedagang".

Jujur saja, ini semua bukanlah tentang kaya atau tidaknya. Penghasilah sebulan segini segitu sehahahaha. Bukan tentang itu. Tapi ini adalah tentang kemandirian. Meskipun banyak kita tahu bahwa pengusaha ini dan itu kekayaannya jauh lebih besar dari presiden atau direktur bank sekalipun. Tetapi wirausaha menurut pandangan saya bukan melulu soal itu. Saya lebih tertarik dengan kemandirian seorang wirausaha. Di saat beribu-ribu orang bersaing -entah dengan cara bersih atau dengan cara kotor- memperebutkan 'kursi' yang hanya tersedia ratusan bahkan puluhan, seorang wirausaha memilih jalan lain dan berjibaku dengan jalannya sendiri. Atau, ibarat kereta, mereka berusaha menjadi lokomotif, bukan gerbong-gerbong kereta.

Selang-selang lowongan pekerjaan itu telah sesak hampir tersumbat. Maka jangan kamu ikut-ikutan menyumbatnya. Sudah tahu dirinya kurang berkompeten, eh ya masih saja nyesek-nyeseki dan ikut melamar kerja. "Barangkali bejo -baca: beruntung-" begitu katanya.
Walahdalah, bagaimana negara ini bisa maju, yang antri melamar jadi pegawai -misal- seribu, yang berkompeten itu -misal- hanya lima puluh orang. Jadi yang sembilan ratus lima puluh itu mentalnya adalah mental iseng-iseng berhadiah. Yang ada justru praktek-praktek kecurangan karena terlalu overloadnya persaingan, yang akan melahirkan persaingan tidak sehat. Sogok kanan sogok kiri, sudah seperti meja bilyard saja lowongan pekerjaan di negara ini.

Ayolah, masih banyak jalan lain. Kenapa mesti berdesak-desakan di jalan itu? Berawal dari individu yang mandiri, maka kita sedang membangun bangsa yang mandiri.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar