Minggu, 11 Maret 2012

PLAYBOY KARET (Bab V - Seorang Lelaki Harus Bisa Bangkit)


BAB V
Seorang Lelaki Harus Bisa Bangkit

Seharian ini Aden hanya mengurung diri di kamar. Kejadian semalam benar-benar meruntuhkan semangatnya. Kamarnya dibiarkan berantakan. Padahal dia adalah seorang yang sangat menyukai kebersihan dan kerapihan. Biasanya buku-buku tertata rapi di rak. Tidak ada satupun pakaian kotor tergeletak atau tergantung sembarangan. Lantai mengkilap bersih. Semua barang tersimpan di tempatnya masing-masing. Terdapat tulisan besar di dinding tanda peringatan.
SEMBARANGAN BUANG PUNTUNG, SAYA SUMPAHIN BUNTUNG!!!
Namun kali ini dia tak perduli. Dibiarkannya buku-buku novel yang seharian tadi dibacanya tergeletak berserakan. Asbak sudah tidak muat lagi menampung puntung-puntung rokok yang telah dihisapnya, sehingga jatuh mengotori lantai. Dua bungkus rokok tanpa sadar telah habis olehnya dalam seharian ini. Dia benar-benar tidak perduli, termasuk pada tumpukan lembaran skripsi yang semalam telah di print. Tergeletak diacuhkannya tak berdaya.
“Den, makan yuk?" Ajak Andry.
Aden tak bergeming.
“Jam segini lagi rame-ramenya nih warung-warung makan diserbu mahasiswi.” Andry kembali merayu.
Namun tetap saja Aden asyik dengan novel yang dibacanya. Novel yang sudah berulangkali telah dibacanya dan sebenarnya sudah bosan membacanya. Tetapi tidak ada pilihan lain. Membaca novel dapat membunuh waktunya, dan dengan harapan terjadi sebuah keajaiban, begitu selesai membaca novel tau-tau sudah sudah tahun 2020. Setidaknya saat itu kemungkinan besar dia telah berumah tangga dan sesosok istri yang baik dan sholehah dapat membantunya melupakan Fidhi.
Andry tahu betul bahwa sahabatnya itu sedang mengalami masalah.
“Sedang ada masalah ya?” dengan hati-hati Andry bertanya.
“Hah? Kenapa?” Aden pura-pura tidak mendengar. Dia memang sedang malas untuk berbicara. Termasuk kepada sahabatnya itu.
“Iya tuh, seharian cuma bertapa aja di kamar. Putus cinta kali. Katanya playboy? Tapi kok lemes gitu?” tiba-tiba Ferry ikut nimbrung masuk ke dalam kamar.
“Apapun masalahnya ...” belum selesai Andry bicara.
Ferry memotong sambil cekikikan. “Minumnya tetap teh botol sosro.”
Aden menatap Ferry. Dingin.
“Jangan bercanda dulu, Ferr.” Andry memperingatkan.
Ferry meminta maaf dan keluar kamar. Suasana menjadi hening. Tidak biasanya suasana kost seperti ini.
“Apapun masalahnya, kamu nggak boleh terus-menerus larut dalam kesedihan seperti ini. Kemana perginya Aden yang penuh rasa optimis, tidak kenal menyerah, dan selalu percaya diri itu?” Andry berbicara memecah keheningan.
“Setidaknya itu sudah kamu tunjukan kepada Fidhi, cewek yang selalu kamu ceritakan itu. Kamu telah menembak dia sampai sepuluh kali, itu luar biasa kawan. Aku jamin tidak ada cowok lain di dunia ini yang seperti itu. Meskipun ditolak tetapi kesungguhan kamu dan sifat pantang menyerah kamu terlihat di situ.” Lanjut Andry menyemangati.
“Kali ini apapun masalahnya kamu harus bangkit. Kasihan tuh skripsi kamu tergeletak begitu saja. Aku tahu kamu tadi tidak bimbingan. Bangkit meennnnn!!!” Andry belum berhenti menyemangati.
Melihat Aden yang tidak bereaksi akhirnya Andry pamit pergi membiarkan Aden sendiri. “Kita duluan ya, kalau mau nitip makan nanti sms saja.”

Aden terus saja terdiam. Tetapi dalam diamnya otaknya memikirkan apa yang dikatakan Andry tadi.

====================

Sepagi ini Aden telah bangun. Ayam pun sepertinya dibuat terheran-heran dengan kejadian tidak biasa ini. Bangun sebelum subuh, sempat melaksanakan solat tahajud. Kemudian membaca skripsinya dan mempelajarinya. Begitu adzan subuh dia segera menuju masjid untuk solat berjamaah. Sepulang dari masjid dia menjumpai Andry yang baru saja bangun tidur.
“Benar kata kamu Ndry. Aku harus bangkit. Thanks ya.” Ucap Aden sambil menepuk-nepuk dadanya sendiri.
“Nah gitu dong, itu baru Aden yang aku kenal.” balas Andry.
“Ferry mana?
“Masih ngorok tuh.”
Kemudian, BRAKKK .... BRAKKK .... bunyi pintu kamar Ferry yang digedor.
“Woi bangun pemalas!!! Katanya mau kuliah? Telat lho!!” Aden setengah berteriak.
Tanpa babibu, Ferry seketika itu juga terbangun kaget dan setengah berlari menuju kamar mandi. Dia memang harus masuk mata kuliah hari ini, kalau bolos lagi bisa-bisa tidak boleh ikut ujian. Pada mata kuliah tersebut sang dosen tidak mengenal kata terlambat, yang dikenalnya hanya masuk dan tidak masuk. Sudah tiga pertemuan terakhir Ferry tidak boleh masuk kelas karena terlambat.
Selesai mandi dan bersiap, secepat kilat Ferry bergegas segera berangkat. Sampai akhirnya dia sadar ketika sudah di luar rumah kost.
Lho kok masih gelap?” tanyanya dalam batin. Kemudian kembali masuk ke dalam rumah kost.
“Jam berapa ini Den?” tanya Ferry penuh curiga.
“Jam lima subuh.” jawab Aden enteng.
“Kamprettt lu ah, ngerjain gue ya!!” Ferry sewot.
“Lho ... aku bangunin biar kamu nggak telat kuliah. Ngerjain gimana?”
“Tapi ini masih jam lima subuh, monyyooong!!! Kuliahku itu jam tujuh. Kampus masih sepi.”
“Siapa bilang kuliah di kampus? Kuliah subuh sana ... hahaha.” Aden segera berlari sebelum sebuah tas melayang menyambarnya.

“Kampreeeettt lu Den!”

-Bersambung-

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar